Penyembunyian Identitas Pelaku Tindak Pidana Melalui Media Elektronik dalam Acara Bertema Investigasi Kriminal

Skripsi / Tugas Akhir Ilmu Hukum
Disusun oleh: Rosida
Program Sarjana Universitas Airlangga
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Ringkasan

Berita mengenai liputan kiriminal sekarang saat ini sangat diperlukan masyarakat, salah satunya berfungsi untuk mengetahui kejahatan apa yang sedang banyak terjadi sehingga masyarakat dapat mengantisipasi kejahatan itu. Dalam menayangkan hasil investigasinya berupa wawancara dengan pelaku kejahatan, insan Pers menyamarkan wajah, nama, dan suara dari si pelaku kejahatan tersebut dengan berpedoman pada hak tolak yang dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (4) UU no 40 tahun 1999 tentang Pers . Hak tolak adalah hak wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkapkan nama atau identitas lainnya dari sumber berita yang dirahasiakannya. Perbuatan insan Pers dalam menyembunyikan identitas pelaku tindak pidana dalam melakukan wawancara adalah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana apabila tidak dilanjuti dengan melaporkan perbuatan tindak pidana yang diketahui oleh insan Pers tersebut kepada aparat penegak hukum dalam hal ini adalah kepolisian. Tiga unsur dari tindak pidana yang dipenuhi dalam perbuatan insan Pers tersebut adalah perbuatan yang dilarang, akibat dari perbuatan itu yang menjadi dasar alasan kenapa perbuatan itu dilarang, dan sifat melanggar hukum dalam rangkaian sebab musabab itu. Sehingga perbuatan insan pers dalam melakukan wawancara dengan narasumber yang melakukan tindak pidana dapat dijerat dengan pasal 165 KUHP.

Penggunaan hak tolak yang dijadikan dasar insan pers tidak dapat digunakan apabila melanggar ketentuan perundang-undangan dan ketertiban umum. Pertanggungjawaban pidana oleh insan pers menurut KUHP dikenal pertanggungjawaban individual atau pribadi secara langsung yang tidak dapat dialihkan. Hanya wartawan yang menulis atau pemimpin redaksi yang dimintai pertanggungjawaban pidana. Sedangkan menurut UU no 40 tahun 1999 tentang Pers Pasal 12 beserta Penjelasannya menganut prinsip pertanggungwaban fiktif, atau juga disebut sebagai Stair System (sistem bertangga) yang bertanggung jawab terhadap materi berita adalah redaksi media yang diwakili oleh Pemimpin Redaksi (Pemred). Dengan demikian, pertanggungjawaban yang dipikul oleh Pemimpin Redaksi atau pejabat yang ditunjuk sebagai penanggung jawab di media adalah 'fiktif' karena yang melakukan tindak pidana bukanlah Pemred, melainkan orang lain (wartawan), tetapi ia harus bertanggung jawab. Karena pasal 12 UU Pers telah menegaskan siapa yang harus bertanggung jawab yang umumnya diwakili oleh Pemimpin redaksi atau Pemimipin Umum dan pejabat inilah yang mewakili dalam menghadapi tuntutan. Ditegaskan dalam pasa 12 serta penjelasan bahwa Perusahaan Pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.

Skripsi Hukum Indonesia - Headline Animator